Karena Ibu, Aku bercita-cita menjadi Ibu

Pagi itu dingin sekali. 1 lembar selimutpun tak cukup memberikan kehangatan. Ku pakai jaket boomber pink,kaos kaki dan topi rajut buatan tangan ibuku untuk . Tiba2 Sosok bayangan besar tiba2 muncul di hadapanku. Ibu
Beliau membangunkanku dengan suara khasnya yang kecil dan sedikit serak-serak basah untuk sholat subuh,aku hanya mengangguk dan memunggunginya. Tapi tidak bangun juga.
Lalu aku bangun setelah bisikan sang ibu
"Bangun,keburu di sholatin"
Sungguh kata-kata yang cukup creepy untuk didengar dan seketika aku sontak langsung membuka mata tanpa rasa kantuk lagi"
"Sa,ibu mau beli baju muslim sama mukena. Mau buat tambah2 biaya ibadah Haji sama nanti di bagi ke tetangga2 dan sodara kalo memang tidak laku" dengan senyum lebarnya yang berseri-seri
"Ya,emang mau beli dimana"
"Beli online shop. Ibu dah nemu ini nama IG nya"
Awalnya aku ragu,krn tidak terlalu meyakinkan menurut penglihatanku yang sekilas dan ala-feelingku yang mencuat. Aku coba meyakinkan ibu lagi untuk melihat yang lain saja
"Ngga kok ini real. Banyak testimoni. ibu percaya"
"Yasudah terserah ibu saja"
Kata percaya yang keluar dari mulut ibuku yang membuat aku akhirnya berhenti berdebat. Aku mengiyakan walau masih tersisa keraguan dan sangat menyesal karena tidak meng crosscheck lagi. Biasanya aku seteliti itu dalam hal apapun. Bahkan debu sedikit di depan pandanganku pun langsung berasa namun entah kenapa tidak hari ini
Setelah ibu mentransfer uangnya, kami langsung pergi ke Bandara, karena aku harus kembali ke Jakarta untuk melanjutkan Studiku
Tiba-tiba di perjalanan, dering handphone ibu berbunyi, raut mukanya berubah, seperti baju yang berada didalam lemari kemudian diambil secara paksa. Kusut
''Sa, Ibu disuruh transfer lagi, katanya tidak bisa mengirim ke sini karena ada minimal pembelian"
"Sa, Ibu ditipu ya?'
''Sa ibu ketipu'' suara itu terdengar kencang sekali. lebih kencang lagi dan lagi, sampai jalanan raya pun menjadi saksi atas musibah yang dialami Ibu ku. Aku hanya diam membisu tanpa kata. Ingin rasanya kumaki-maki penipu berkedok walpaper Lafal Allah itu. Wajah berseri yang tadi di tunjukkan ibuku sebelum kami ke bandara, spontan saja berubah menjadi raut mata penuh kesedihan yang menusuk dada.
''Kita laporkan saja ya bu ? nanti sasa akan coba mengkontak kantor polisi dan bank.''
''Tidak usah Sa, ibu ikhlas. Bukan rejeki ibu. Memang segitu yang harus keluar"
Selalu dan selalu motto legend ibunda tersebut yang keluar apabila ketidakadilan menerpa kehidupan kami. Ibuku tetap senyum dan mengelus kepalaku dengan tangan mungilnya berulang-ulang. Ingin rasanya ku menangis, tapi aku tidak bisa menangis di depan ibuku
''3juta itu nominal yang besar bu. Ibu yakin tidak mau melaporkan ? semua keputusan ada di Ibu"
ku serahkan semua keputusan pada ibuku. dengan mata berkaca-kacanya ia masih sempat tersenyum dan berkata kalau dia baik-baik saja dan enggan melaporkan. Sejujurnya aku kesal, tapi tidak bisa berbuat apapun. sungguh hari itu ingin ku tipu balik penipu sialan itu. Ingin ku tipu hatinya sampai dia menyesal telah membuat kerugian pada ibuku
''Gapapa Sa, sudah sana kamu cepat masuk, boarding kamu 30 menit lagi''
Rasanya aku tidak mau meninggalkannya. Aku ingi tetap berada di sisi Ibu.
Setelah aku masuk , masih terbayang senyum lebar ibu dengan mata sipitnya itu. Aku coba menelpon setelah sampai ke Rumah kos ku berkali-kali namun tidak ada jawaban. Aku panik. Memang pada dasarnya aku tipikal anak yang panikan. pikiranku kacau sekali. Lalu ku coba Sms tapi tidak ada respon. kutunggu sampai tengah malam hingga akhirnya aku tertidur di lantai tanpa bantal ataupun alas. Dingin yang biasanya aku rasakan tidak berasa samasekali hingga ku bangun di pagi hari dengan mata sembabku.
Paginya ibuku menelponku. Dia bilang dia tau bahwa dia kenal betul dengan tipikalku sehingga sengaja tidak membalas chat ku atau telponku. Aku menahan tangis namun tetap tenang
" Ibu tidak sedih ?'' Kenapa Tuhan memberi kita musibah ini ya ? Kenapa harus kita?''
karena aku tahu, niat ibuku baik, namun malah kena apes saja
''Hush, kamu ga boleh bilang gitu. Pertanyaannya adalah bukan kenapa menerima musibah, tapi APA HADIAH YANG AKAN ALLAH BERIKAN ''

Ya...aku mencoba ikhlas seperti ibuku. Kata-kata hadiah terngiang di benakku sampai sekarang. Dan walaupun belum ku dapat hadiah dari Tuhan, tapi suatu saat nanti pasti akan berbuah manis dari keikhlasan. Aku kagum dengan Ibuku, yang tetap tegar dan tersenyum seakan tidak ada apa-apa yang terjadi, walaupun musibah itu terjadi.
Katanya, Musibah Kecil. Artinya kita masih hidup :)

Hal tersebut harus diingat setiap kita terkena musibah :)
Yaitu pertanyaan "Hadiah apa yang akan diberikan Tuhan nantinya"
Thank You for reading

Komentar